KEBIJAKAN REVOLUSI MENTAL DALAM PEMPERKUAT NILAI INTEGRITAS, ETOS KERJA, GOTONG ROYONG DAN BUDI PEKERTI PADA PENGELOLA LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM
Sistupani
STAI Diponegoro Tulungagung
Email
: sistupaaniwk87@gmail.com
ABSTRACT
Revolusi
mental menyangkut keadaan batin, spiritual dan nilai-nilai (vested interest)
yang diyakini oleh seseorang atau sekelompok orang, baik dalam sebuah ruang
lingkup kecil atau maupun dalam sebuah Negara. Sebagai sebuah konsep dan
strategi, Revolusi Mental sudah diakui sebagai hal yang mutlak dilakukan untuk
keluar dari masalah krisis karakter bangsa. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI), Revolusi adalah perubahan yang cukup mendasar dalam suatu
bidang, sedangkan mental adalah bersangkutan dengan batin dan watak manusia,
yang bukan bersifat badan dan tenaga.
Kata
kunci: Revolusi Mental, Nilai Integritas,
Etos Kerja, Gotong Royong Dan Budi Pekerti, Lembaga Pendidikan Islam
A. PENDAHULUAN
Revolusi Mental yang diyakini
oleh seseorang atau sekelompok orang dapat merubah keadaan menjadi lebih baik. Hanya saja sekali lagi,
timbul sebuah pertanyaan, bagaimana cara atau strategi melakukan revolusi itu
dan dimulai dari mana dan apa saja yang harus diubah. Sekarang semua itu kita
bangun mulai dari pendidikan, hanya saja perlu diperhatikan pendidikan di sini
dalam artian luas dan bukan dimaknai sekadar teknis seperti susunan kurikulum,
menambah atau mengurangi jumlah mata pelajaran, nilai kredit setiap mata
pelajaran, atau membangun gedung dan fasilitas lainnya, melainkan membangun
suatu pemahaman filosofis tentang
membangun manusia Indonesia baru dengan karakter-karakter positif sebagai
karakter bangsa, yang dibangun mulai dari rumah tangga, keluarga, masyarakat
dan lembaga Pendidikan.[1]
Seiring perkembangan
teknologi dan informasi melalui media cetak maupun elektronik yang semakin
pesat, sedikit banyak akan mempengaruhi perkembangan jiwa seseorang dan
memberikan rangsangan yang besar. Keadaan ini dengan berbagai kontradiksi nilai
kehidupan yang dibawanya, terkadang timbul pengaruh negatif bagi perkembangan kehidupan
manusia. Hal inilah yang penting untuk diperhatikan. pendidikm masyarakat,
maupun pemerintah agar seseorang terhindar dari pengaruh negatif. Pendidikan
dan agama sebagai dasar untamnya, karena dengan pendidikan akan sangat membantu
terbentuknya sikap dan kepribadian seseorang atau kelompok dalam bermasyarakat.
Dalam kehidupan
sehari-hari, praktek revolusi mental adalah menjadi manusia yang berintegritas,
mau bekerja keras, dan punya semangat gotong royong. Revolusi Mental adalah
suatu gerakan untuk menggembleng manusia Indonesia agar menjadi manusia baru,
yang berhati putih, berkemauan baja, bersemangat elang rajawali, berjiwa api
yang menyala-nyala. Di Indonrsia gagasan revolusi mental sudah ada sejak dulu
yang pertama kali dilontarkan oleh Presiden Soekarno pada Peringatan Hari
Kemerdekaan 17 Agustus 1956. Soekarno melihat revolusi nasional Indonesia saat
itu sedang mandek, padahal tujuan revolusi untuk meraih kemerdekaan Indonesia
yang seutuhnya belum tercapai. Membangun jiwa yang merdeka, mengubah cara
pandang, pikiran, sikap, dan perilaku agar berorientasi pada kemajuan dan
hal-hal yang modern, sehingga Indonesia menjadi bangsa yang besar dan mampu
berkompetisi dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
Dalam bidang pendidikan,
revolusi mental harus mampu menanamkan nilai-nilai yang berharga bagi pendidik,
pimpinan sekolah, dan pengawas, sebagai bekal bagi mereka untuk memberikan
layanan yang optimal kepada peserta didik, sehingga mampu melahirkan generasi
emas. Mengubah mental pendidik, pengelola kependidikan, dan pengawas tidak bisa
dilakukan secara serta merta dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Revolusi
mental ini tidak hanya akan menjadi sebuah wacana politik, atau hanya akan
menjadi mimpi belaka akan tetapi harus menjadi komitmen bersama bagi pengelola
Lembaga Pendidikan dan lebih luas bagi seluruh rakyat Indonesia.[2]
B. PEMBAHASAN
1.Revolusi mental
pengelola Lembaga Pendidikan Islam
Perkembangan pendidikan Islam secara makro di satu sisi menunjukkan potensi
fleksibilitas pendidikan Islam sesuai
dengan tuntutan zaman. Namun demikian, di sisi lain perkembangan ini
mendatangkan tantangan pada level mikro yang amat kompleks. Setiap bentuk
kelembagaan memiliki masalahnya sendiri-sendiri yang menuntut penanganan yang
spesifik. Kebijakan pengembangan pendidikan Islam pada masa depan harus
diorientasikan pada target keunggulan mengingat tantangan kompetisi baik pada
tingkat lokal maupun global yang semakin keras. Watak diversifikatif dari
kelembagaan pendidikan Islam merupakan modal dasar yang dapat dikembangkan
untuk memacu kemajuan pendidikan Islam secara keseluruhan.[3] Teknologi
yang keras dan materialistik ternyata mengandung kekerasan sikap dan tindak
yang intoleran. Masyarakat yang maju Ipteknya ternyata sangat rendah
toleransinya terhadap hal-hal yang secara kultural berbeda. Dalam naungan
Islam, iptek sempat berkembang dengan pesat dan baik, namun tidak pernah dalam
dunia Islam bersifat begitu kaku dan keras sehingga menghilangkan rasa
kemanusiaan. Oleh karena itu harus dicegah agar dunia pendidikan tidak
terpolusi pengaruh intoleransi iptek dan di sisi lain perlu dipacu tingkat
berpikir kritis sebagai refleksi keimanan. Masih banyak lagi problematika dan
tantangan pendidikan Islam dalam menghadapi era globalisasi ini.
Pada saat ini, pentingnya pendidikan berkualitas semakin disadari.
Pendidikan Islam harus bisa menyesuaikan dengan perkembangan dan tuntutan
zaman. Pendidikan Islam telah menampilkan dirinya sebagai pendidikan yang
fleksibel, responsif, sesuai dengan perkembangan zaman, berorientasi ke masa
depan, seimbang, berorientasi pada mutu yang unggul, adil, demokratis, dinamis
dan seterusnya. Sesuai dengan sifat dan karakternya yang demikian itu,
pendidikan Islam senantiasa mengalami inovasi dari waktu ke waktu, yaitu mulai
dari sistem dan lembaganya yang paling sederhana seperti pendidikan di rumah,
surau, langgar, masjid, majelis ta’lim, pesantren, madrasah, sampai kepada
perguruan tinggi yang modern. Inovasi pendidikan Islam juga terjadi hampir pada
seluruh aspeknya, seperti kurikulum, proses belajar mengajar, tenaga pengajar,
sarana prasarana, manajemen dan lain sebagainya. Melalui inovasi tersebut, kini
pendidikan Islam yang ada di Indonesia amat beragam, baik dari segi jenis,
tingkatan, mutu, kelembagaan, dan lain sebagainya. Kemajuan ini terjadi karena
usaha keras dari umat Islam melalui para tokoh pendiri dan pengelolanya.
Revolusi mental sebagai salah satu solusi yang dapat di lakukan dalam
dunia Pendidikan Islam sehingga praktek
revolusi mental dalam Lembaga
Pendidikan Islam merupakan sebuah
gerakan dimana harapan
besar adalah menjadikan
manusia yang ber-integritas, mau
bekerja keras, dan
punya semangat gotong royong. Revolusi Mental dalam Lembaga Pendidikan Islam adalah
suatu gerakan untuk menggembleng pengelola pendidikan agar menjadi
manusia baru, yang
berhati putih, berkemauan baja,
bersemangat elang rajawali, berjiwa api yang menyala-nyala. Sikap
dan perilaku agar
berorientasi pada kemajuan dan
hal-hal yang modern, sehingga Lembaga Pendidikan Islam
menjadi Lembaga yang besar dan mampu
berkompetisi dengan
Lembaga-lembaga lain. Diantara nilai-nilai revolusi mental yang dimaksud adalah
:
1.
Integritas
Kata Integritas sudah dikenal sejak zaman
dahulu. Integritas berasal dari bahasa Yunani yaitu “integer” yang bermakna
“lengkap atau penuh”. Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI mendefinisikan
integritas sebagai mutu, sifat, dan keadaan yang menggambarkan kesatuan yang
utuh sehingga memiliki kemampuan memancarkan kewibawaan dan kejujuran.[4]
Sementara Encyclopedia Philosopy mendefinisikan makna yang lebih dalam dari
kata Integritas yaitu berhubungan dengan “ nilai kebajikan atau moral” .Karena
menggunakan istilah moral, ini berarti bahwa integritas berhubungan dengan
kualitas karakter seseorang. Paul J. Meyer menyatakan bahwa “integritas itu nyata
dan terjangkau dan mencakup sifat seperti: bertanggung jawab, jujur, menepati
kata-kata, dan setia. Jadi, saat berbicara tentang integritas tidak pernah
lepas dari kepribadian dan karakter seseorang, yaitu sifat-sifat seperti: dapat
dipercaya, komitmen, tanggung jawab, kejujuran, kebenaran, dan kesetiaan.[5]Sesuai
dengan beberapa definisi yang dikemukakan di atas, maka integritas guru adalah
tingkat kejujuran, komitmen moral dan keinginan serta upaya pengelola
pendidikan untuk menjadi pribadi yang utuh dan tepadu dalam melaksanakan
tugasnya secara baik.
2.
Etos kerja,
Etos kerja adalah sebuah
keyakinan yang dimiliki oleh seseorang dalam melakukan sesuatu hal dengan tekad
untuk bekerja keras dan memberikan yang terbaik. Berdasarkan KBBI, etos kerja
merupakan semangat kerja yang menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau
suatu kelompok. Dalam dunia kerja sikap ini sangat penting karena mencerminkan
kualitas diri dari seseorang. Orang yang memiliki etos kerja biasanya akan
lebih dihargai karena bertanggung jawab dalam setiap pekerjaan yang
dilakukannya. Di samping itu, tekad dan dedikasi terhadap pekerjaan yang
dilakukan, membuat mereka mendapatkan nilai lebih dari yang lain. Sehingga
meningkatkan kemungkinan dalam kesuksesan karir. Menurut
Dana Brownlee bahwa etos kerja adalah hal dapat dikendalikan. Kamu mungkin
beranggap bahwa gelar yang tinggi, sertifikasi atau bahkan pengalaman merupakan
segalanya. Namun, semuanya akan kembali pada dirimu sendiri, seperti seberapa
keras kamu bekerja, sejauh mana tingkat kreativitas yang kamu gunakan untuk
memecahkan masalah, dan seberapa besar tekadmu untuk mencapai tujuan.[6]
3.
Gotong royong
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), gotong royong adalah kerjasama
atau tolong menolong, dan saling membantu diantara anggota atau suatu
komunitas.[7]
gotong royong adalah adat istiadat tolong menolong antara orang-orang yang ada
di berbagai macam lapangan kegiatan sosial. Baik itu berdasarkan hubungan
tetangga, kekerabatan, dan berdasarkan efisien yang bersifat praktis serta ada
juga kegiatan kerjasama yang lain.
4.
Budi pekerti
Hidar berpendapat Budi pekerti ini merupakan upaya sadar yang telah
melakukan serta upaya menanamkan atau juga mengiternalkan nilai moral dalam
berprilaku dan bersikap dengan tujuan memiliki prilaku yang baik dan luhur
untuk menjalani kehidupan sehari-hari. Budi pekerti merupakan nilai
prilaku manusia yang dapat diukur atau dinilai dari kebaikan atau keburukan
lewat penilaian berdasarkan ukuran norma hukum, tata krama, agama, budaya dan
adat istiadat atau norma sopan santun dalam masyarakat. budi pekerti dapat diartikan sebagai sebuah usaha
peningkatan, pemeliharaan, pengembangan, pembentukan, serta perbaikan
dalam bertingkah laku pada setiap individu dengan tujuan dapat menjalankan
peran hidupnya dengan seimbang, selaras dan serasi antara spiritual,
jasmani-rohani, lahir-batin dan individu-sosial.
Pemaparan nila-nilai revolusi mental diatas kiranya dapat dilaksanakan
dan diterapkan sebagai landasan kegiatan sehari-hari di lingkungan Pendidikan
islam sehingga dapat menjadikan perkembangan dan kemajuan Pendidikan Islam
dengan baik. Harapan Lembaga Pendidikan Islam yang berkarakter akan terwujud
jika seluruh pengelola dan unsur yang ada didalamnya memegang teguh pendirian
untuk menerapkan nilai-nilai tersebut.
2.Implementasi nilai-nilai revolusi mental
dalam Lembaga Pendidikan Islam
Mewujudkan revolusi mental perlu karakter yang kuat, pribadi yang tangguh
dan tahan uji. Revolusi mental berarti membangun kembali karakter bangsa yang
kian terlindas oleh perubahan. Berkarakter berusaha untuk selalu knowing the good, loving the good and acting
the good, [8]harus
melibatkan aspek kognitif, emosi dan fisik hingga mendorong munculnya akhlak
mulia yang menjadi nilai luhur yang dijunjung tinggi Lembaga Pendidikan islam
tentunya memiliki makna dan andil yang besar bagi terwujudnya revolusi mental
yang diinginkan oleh Lembaga Pendidikan Islam. Sustainability dari itu adalah
keberadaan pengelola Lembaga yang harus betul-betul terkontrol dan mendapatkan
pembinaan dan pemberdayaan secara berkala, hingga menjadi bekal soft skill dan hard skill yang mumpuni. Dengan
demikian penerapan nilai-nilai karakter revolusi mental yang mencakup nilai
integritas, etos kerja, gotong royong dan budi pekerti harus dapat dilakukan
dengan baik oleh pengelola Lembaga Pendidikan Islam.
Penerapan revolusi mental
memiliki filosofi yang
harus benar-benar bisa
diterapkan, khususnya dalam dunia
pendidikan dengan sebaik-baiknya. Contoh
konkret yaitu jujur,
di era milenial sekarang
ini kejujuran sangat
sulit untuk bisa
diterapkan. Teknologi semakin berkembang, kekhawatiran
praktik plagiat yang
dilakukan oleh seseorang dalam pembuatan
karya ilmiah akan semakin
marak. Kehadiran revolusi
mental di era
milenial ini apakah
solusi yang tepat untuk
meminimalisir seseorang
dalam berprilaku tidak
sesuai dengan aturan,
atau justru kehadiran revulusi
mental semakin terpinggirkan
akibat semakin berkembangnya
teknologi.
Revolusi mental dan
pendidikan karakter merupakan
dua mata pisau
yang tidak dapat dipisahkan satu
sama lainnya. Jika
kedua paradigma itu
diterapkan dengan baik
dalam dunia pendidikan, maka pendidikan di
Indonesia akan sesuai
dengan apa yang
dicita-citakan bangsa
Indonesia sebelumnya. Siswa
tidak selamanya menerima
materi yang diberikan
oleh guru, tetapi sangat
diperlukan juga penanaman
nilai karakter yang
diberikan guru terhadap
siswa. Pendidikan karakter secara
sederhana bertujuan membentuk
karakter siswa sesuai
dengan apa yang kita
inginkan. Karakter ini,
menurut saya, terutama
adalah karakter moral
seperti disampaikan oleh Lickona,
“ketika kita berpikir
tentang karakter macam
apa yang kita inginkan
terjadi dalam anak-anak
kita, jelaslah bahwa
kita ingin agar
mereka dapat menilai apa
yang benar, menjaga
sungguh-sungguh apa yang
benar, dan kemudian
melakukan apa yang mereka yakini
sebagai sesuatu yang
benar bahkan ketika
mereka menghadapi tekanan dari
luar dan godaan dari
dalam diri mereka
sendiri.
Dari hal tersebur revolusi mental dimulai dari pengelola Lembaga
Pendidikan terlebih dahulu sehingga dapat mudah diterapkan pada tingkatan unsur
yang ada dibawahnya. Pada intinya paradigma revolusi mental adalah perubahan
besar dengan mengembangkan mentalitas, dengan 3 aspek inti internal yaitu cara
berpikir, spiritual/meyakini dan bersikap.
Ketiga aspek diatas tersebut tentunya dapat
menjadi kepribadian yang baik,
selanjutnya setelah memiliki
kepribadian yang baik
maka kita perlu faktor
dari luar yang
mendukung seperti di terapkannya
pendidikan revolusi mental
di lingkungan Lembaga Pendidikan
Islam seperti menerapkan kedisiplinan, dan
menjadi tauladan atau contoh
yang baik agar
peserta didik dapat
bersikap baik pula.
Dengan memiliki aspek internal dan
eksternal khususnya Lembaga Pendidikan Islam melalui
revolusi mentalnya maka akan semakin cepat terwujud moral
yang baik.
Selain itu juga seorang pimpinan dilembaga Pendidikan Islam harus mampu
menerapkan pendidikan revolusi
mental melalui pendekatan kognitif.[9] yang menekankan
dalam proses internal
dan mental manusia,
tindakan manusia tidak
dapat di ukur dengan
melihat hasil tindakannya saja
tetapi harus melibatkan mental
seperti kesenjangan,
motivasi seseorang melakukan
tindakan, keyakinan dan
lain sebagainya. Dalam pendekatan ini
menekankan pada pendekatan
mental bukan bersipat
jasmani. Jadi seorang pemimpin
perlu melakukan pendekatan
mental terlebih dahulu dengan bawahanya sehingga penerapan nilai-niai
revolusi mental dapat diterapkan dengan mudah dan baik sehingga mampu
mewujudkan Lembaga Pendidikan islam yang berkarakter.
B. KESIMPULAN
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa
1. Revolusi mental
sebagai salah satu solusi yang dapat di lakukan dalam dunia Pendidikan Islam
sehingga praktek revolusi mental dalam Lembaga Pendidikan Islam
merupakan sebuah gerakan dimana
harapan besar adalah menjadikan manusia yang
ber-integritas, mau bekerja
keras, dan punya semangat gotong
royong
2. Paradigma revolusi
mental adalah perubahan besar dengan mengembangkan mentalitas, dengan 3 aspek
inti internal yaitu cara berpikir, spiritual/meyakini dan
bersikap. Selain itu juga seorang pimpinan dilembaga Pendidikan Islam
mampu menerapkan pendidikan revolusi
mental melalui pendekatan kognitif yang
menekankan dalam proses
internal dan mental
manusia.
C. DAFTAR RUJUKAN
Dewi Suminar, Penerapan Pendidikan Revolusi Mental Dalam Pembentukankarakter, Jurnal
Ika : Ikatan Alumni Pgsd Unars E-Issn : 2656-4459 P-Issn : 2338-3860vol.
8no. 1, Juni 2020
Edi ramawijaya putra. Peran keluarga dalam revolusi mental.Bandung 2016
Emulyasa,
Revolusi mental dalam pendidikan, Bandung : Remaja Rosdakarya., 2015
Suharso, Ana Retniningsih, kamus besar Bahasa Indonesia, SEMARANG,
widya karya. 2018. H 45
Syah, Muhibbin. Psikologi Pendidikan(Dengan Pendekatan
Baru). Bandung. PT Rosdakarya. .
2010
T. Lickona,
E. Schaps dan
Lewis, CEP’s Eleven Principles of
Effective character education. Washington DC, Character Education Partnershi, 2003
Thomas Lickona. Educating for character: how our school can teach
respect and responsibility. Jakarta, Bumi Aksara. , 2012
Zubeidi,
Desain
Pendidikan Karakter, Konsep dan
Aplikasinya dalam lembaga pendidikan, Jakarta: kencana . 2011
[1] Edi ramawijaya putra. Peran keluarga dalam revolusi mental.Bandung 2016 Hlm 1-5
[2] Emulyasa, Revolusi mental dalam pendidikan, Bandung
: Remaja Rosdakarya., 2015 hal.5
[3] Husni Rahim, Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: Logos Wacana
Ilmu, 2001), 3.
[4] Suharso, Ana Retniningsih, kamus besar Bahasa Indonesia, SEMARANG,
widya karya. 2018. H 30
[5] J. Parmer, Parker The Caurage to
Teach, Exploring the Inner Landscape of Teacher’s Life. (2007).
[6]
Brownlee, Dana.. The Dirty Little Secret Of Career Success: Work Ethic
May Trump Raw Talent. (2020)
[7] Suharso, Ana Retniningsih, kamus besar Bahasa Indonesia, SEMARANG,
widya karya. 2018. H 45
[8] Megawangi, R. Pendidikan karakter untuk membangun masyarakat madani. IPPK
Indonesia Heritage Foundation (2007). H 25
[9] Dewi
Suminar, Penerapan Pendidikan Revolusi Mental Dalam Pembentukankarakter, Jurnal Ika : Ikatan Alumni Pgsd Unars E-Issn : 2656-4459 P-Issn : 2338-3860vol.
8no. 1, Juni 2020
Comments
Post a Comment